![]() |
| Foto Ekslusif - Presiden DPP KBMI Daeng Wahidin A.Md |
JAKARTA -- 17 Desember 2025. Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia (KBMI) menilai formula kenaikan upah tahun 2026 yang kembali mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi plus Alfa tidak menjawab persoalan mendasar kesejahteraan buruh Indonesia. Kebijakan ini justru berpotensi memperparah ketimpangan dan disparitas upah antar wilayah, serta semakin menjauhkan buruh dari kehidupan yang layak.
Formula [Inflasi + (PE x Alfa 0.5 – 0.9)] sesuai PP yang ditandangani Prabowo adalah Formulasi kenaikan upah yang mengabaikan realitas objektif di lapangan. Biaya hidup buruh di berbagai daerah terus meningkat tajam—mulai dari pangan, perumahan, transportasi, pendidikan, hingga kesehatan—namun kenaikan upah yang ditetapkan tidak berbasis pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang riil dan mutakhir. Abaikan saja Putusan Mahkamah Konstitusi yang menarasikan anak kalimat “dengan mempertimbangkan” jika formula tersebut tidak mampu mewujudkan Upah Layak Nasional yang bermartabat dan berkeadilan yang tentu saja bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, maka sudah seharusnya Pemerintah mengabaikan putusan tersebut dengan membuat formula baru yang lebih baik bagi kesejahteraan hidup buruh di seluruh indonesia.
KBMI menegaskan bahwa:
1. Upah minimum tahun 2026 tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak, melainkan hanya menjaga buruh agar tetap berada di garis bertahan hidup.
2. Disparitas upah antar provinsi dan antar kabupaten/kota semakin lebar, tanpa adanya kebijakan korektif dari negara.
3. Formula yang berlaku saat ini menjadikan upah sebagai variabel ekonomi semata, bukan sebagai hak dasar dan instrumen keadilan sosial.
4. Negara kembali menempatkan buruh sebagai penyangga krisis, bukan sebagai subjek pembangunan.
Selama 10 tahun rezim Jokowi berkuasa dengan sistem upah murahnya yang diperparah dengan UU Omnibuslaw Cilaka Jahanam itu masih saja diteruskan oleh rezim prabowo, kebijakan ini berpotensi melanggengkan praktik upah murah struktural, yang selama ini terbukti tidak mendorong pertumbuhan ekonomi berkualitas, tidak meningkatkan produktivitas berkelanjutan dan justru memperlemah daya beli rakyat.
KBMI menuntut:
1. Perubahan mendasar formula kenaikan upah, dengan menjadikan KHL 2025 Plus Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2026 sebagai basis utama atau Pendapatan Domestik Bruto Nasional Perkapita Tahun 2025;
2. Standar Upah Layak Nasional sebagai batas bawah yang adil dan manusiawi;
3. Kebijakan afirmatif untuk menutup kesenjangan upah antar wilayah, bukan membiarkannya atas nama “kemampuan daerah”. dengan melibatkan APBN dalam bentuk Subsidi Upah Layak bagi pekerja;
4. Pelibatan serikat buruh secara substansial, bukan formalitas, dalam penentuan kebijakan pengupahan;
KBMI Kembali menegaskan bahwa upah bukan sekadar angka statistik atau sekedar gaji bulanan kaum Buruh/Pekerja Indonesia, melainkan alat untuk menjamin martabat manusia, keadilan sosial, dan keberlanjutan bangsa dalam mewujudkan amanah Konstitusi UUD 1945 yang wajib dilaksanakan oleh Presiden Prabowo yang dilantik diatas Kitab Suci dihadapan perwakilan rakyat dan ditonton jutaan rakyat indonesia. Selama kebijakan upah masih menjauh dari prinsip tersebut, konflik industrial, ketimpangan sosial dan konflik sosial akan terus membesar.
"Salam juang..!!
Hidup Buruh Yang Melawan..!!
Makin ditindas Makin Melawan..!!
Bergerak Militan Satu Komando..!!
Wahai para pejuang - pejuang buruh dimanapun berada Istiqomahlah, yakinlah Allah SWT Bersama Kita.. Allahu Akbar..!!!," ucap Presiden DPP KBMI.

