BANTEN - Mobil penghisap solar bersubsidi milik Pandi Ambon masih bebas berkeliaran di Wilayah Banten. Penegakan hukum terhadap para pelaku penyalahgunaan dan perdagangan ilegal Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di Indonesia terkesan mandul.
Praktik penimbunan atau penyalahgunaan solar bersubsidi yang seharusnya untuk masyarakat dan transportasi umum, malah jadi ajang bisnis para pelaku usaha Ilegal. Mereka menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi (harga industri) demi meraup keuntungan pribadi.
Mereka seringkali beroperasi secara tersembunyi kini mereka sudah terang-terangan memanfaatkan celah dalam regulasi dan sistem pengawasan untuk memperkaya diri baik perorangan maupun kelompok sehingga merugikan negara, dan merugikan masyarakat Indonesia.
Berbagai cara mafia BBM subsidi solar melakukan aksinya, baik dengan cara melobi pihak SPBU, kordinasi sana-sini.
Nama Pandi ambon semakin melambung tinggi didunia minyak solar atau kerap disebut "MAFIA SOLAR" Sebab sudah beberapa kali kendaraannya kepergok dan dilaporkan namun terkesan Kebal Hukum.
Pada Tanggal 30/10/2025 mobil truk box milik Pandi Ambon atau Jalaludin kembali kepergok sedang menjalankan aksinya. Mobil tersebut sedang mengisi minyak subsidi di SPBU Puspitek Serpong Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Dan SPBU Kedemangan.
Sopir mafia solar yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa saya hanya pekerja sebagai supir kalau yang mengelola kegiatan ini adalah Pandi Ambon atau Jalaludin," Ujar Supir
Hasil pantauan langsung di lapangan, terlihat sebuah kendaraan truk box warna putih antre dalam waktu yang tidak wajar di area pengisian. Diduga, kendaraan-kendaraan tersebut melakukan pelangsiran BBM bersubsidi jenis solar untuk dijual kembali secara ilegal. Aktivitas ini kerap berlangsung secara terang-terangan tanpa adanya tindakan tegas dari aparat.
Warga sekitar menyebut, praktik tersebut bukan hal baru. Beberapa kali upaya pelaporan dilakukan, namun belum terlihat tindak lanjut berarti dari pihak kepolisian maupun instansi pengawas energi.
“BBM subsidi itu kan untuk nelayan, petani, dan masyarakat kecil. Tapi yang menikmati malah para pelangsir. Pemerintah harus turun tangan, jangan diam,” ujar salah seorang warga yang enggan disebut namanya.
Ditempat yang sama David Nababan Aktivis Banten memaparkan secara hukum bahwa dugaan praktik tersebut jelas melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 55, yang berbunyi:
“Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).” paparnya.
Selain itu, SPBU yang terbukti ikut serta atau membiarkan terjadinya pelanggaran dapat dijatuhi sanksi administratif, sesuai dengan Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pengawasan Penyaluran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan.
Sanksinya mencakup pembekuan hingga pencabutan izin operasi SPBU, apabila terbukti melakukan penyimpangan distribusi BBM bersubsidi.
Sampai berita ini diterbitkan, kegiatan itu masih saja berlangsung dan publik kini menunggu langkah nyata dan keberanian aparat untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu — apakah hukum benar-benar ditegakkan, atau justru dikubur dalam diam.
